Rabu, 02 September 2020

Meraba Pertarungan SBY melawan Jokowi | Akan ada Kudeta(?)

– Aksi Damai 4 November menyisahkan berbagai polemik. Mulai ujung aksi damai yang tidak damai alias ricuh. Ditangkapnya beberapa pengurus PB HMI karena disangka sebagai provokator hingga saling lapor antara pihak satu dengan pihak lain dalam rangkaian aksi damai 4 November.

Perbandingan Antara SBY dan Jowoki Sebagai Presiden
Situasi menjelas aksi 4 November sangat panas. Pernyataan antar-tokoh yang saling menyudutkan, hingga berita bohong alias hoax yang menyebar tanpa tersaring dan terkendali ikut memperkeruh suasan. Rencana aksi yang dilakukan di Jakarta, tetapi berita provokatif menyebar sampai ke seluruh penjuru Indonesia melalui jejaring media sosial.

Situasi setelah aksi tak lantas mereda dengan sendirinya. Presiden Jokowi menggelar safari kepada pimpinan ormas-ormas Islam. Kantor PBNU dan kantor PP Muhammadiyah disambangi oleh presiden. Beberapa pimpinan ormas Islam diundang bertemu presiden. Rangkaian safari presiden juga berlanjut ke markas-markas kesatuan elit aparat.

Presiden Jokowi bertandang ke markas pasukan elit dari TNI dan Polri. Tidak hanya bertemu dengan para jenderal pemegang komando. Jokowi juga selalu bertemu langsung dengan pasukan dalam apel prajurit. Jokowi menyapa prajurit Kopassus, juga menyapa pasukan marinir. Dalam salah satu pidatonya Jokowi mengingatkan bahwa Presiden adalah panglima tertinggi angkatan bersenjata Republik Indonesia.  Dia bisa dan berhak untuk menginstruksikan pasukan-pasukan elit tersebut untuk kepentingan negara.

Pernyataan Jokowi tersebut seakan-akan menjadi penanda dan unjuk kekuatan. Jika dalam bahasa kasarnya, Jokowi selaku presiden hendak berkata, ‘Saya Presiden, saya punya pasukan elit yang bisa saya gerakkan sewaktu-waktu’. Tapi, Jokowi tidak mengatakan secara langsung, maklum dia adalah orang Surakarta, orang Jawa yang penuh sopan santun.

Muncul pertanyaan, sebenarnya Jokowi sedang berhadap-hadapan dengan siapa? Mungkinkah tokoh politik yang disebut oleh Jokowi menunggangi aksi damai 4 November punya kekuatan besar? Sehingga Jokowi butuh merapatkan barisan tentara khususnya satuan-satuan elitnya? Hingga muncul pertanyaan dari seorang awam: apakah ini upaya meredam upaya kudeta?

Dalam sejarahnya, Indonesia tidak pernah mengalami kudeta secara langsung selama beridirnya. Kudeta yang terjadi pada tahun 1965 oleh para ahli disebut sebagai kudeta merangkak, alias kudeta perlahan. Kudeta yang terjadi pada 1998 juga mirip, kudeta perlahan. Militer yang awalnya pendukung utama rezim kala itu, secara tidak langsung mencabut dukungannya sehingga rakyat berhasil menggulingkan rezim.

Siapakah tokoh yang potensial berhadap-hadapan secara langsung dengan Presiden Jokowi. Hanya ada dua tokoh di depan layar yang punya kans berhadap-hadapan dengan Jokowi, yaitu Prabowo dan Susilo Bambang Yudhoyono. Keduanya adalah pensiunan Jenderal. Prabowo punya kekuatan politik yang relatif cukup besar meskipun koalisinya sudah tergerus oleh partai yang  ‘membelot’ mendukung pemerintah. SBY, sebagai mantan presiden keenam yang meskipun kekuatan partainya di parlemen menyusut drastis juga masih punya pengaruh politik yang besar. Terbukti, Partai Demokrat di bawah kendali langsung oleh SBY mampu menghimpun kekuatan untuk mengusung Agus Harimurti Yudhoyono, anak kandung SBY yang juga berlatar belakang militer, sebagai kandidat Gubernur DKI Jakarta.


Di antara kedua tokoh tersebut, SBY lebih terasa sebagai rival Jokowi dibanding Prabowo. Prabowo pernah vis a vis dalam Pilpres 2014 silam. Tetapi keduanya sudah terlihat akur. Prabowo menghadiri pelantikan Jokowi sebagai Presiden. Prabowo juga pernah berkunjung ke Kantor Kepresidenan. Sebaliknya, Jokowi juga berkunjung langsung ke kediaman Prabowo. Sementara SBY, tidak pernah sama pandangan politiknya.  Keduanya, Jokowi dan SBY bahkan sering terlibat perang pernyataan. Salah satu pertentangan pernyataan yang paling sengit antara SBY dan Jokowi terkait aksi 4 November.

SBY secara tidak langsung bahwa ada orang yang kebal hokum, maksudnya adalah Ahok dan seakan-akan dilindungi oleh penguasa. Sementara itu, Jokowi dalam konferensi pers setelah aksi damai berakhir ricuh menyebut aksi damai tersebut ditunggangi aktor politik. Oleh karena Jokowi tidak menyebut nama sang aktor, muncul asumsi publik bahwa sang aktor adalah SBY. Kemudian, SBY kembali merasa diserang oleh Jokowi dan para pendukung SBY berpendapat seharusnya Jokowi menyebut nama agar spekulasi tidak berkembang liar.

Mereka, para tokoh politik negeri ini tak hentinya terus saling serang. Untuk amunisi yang dipakai adalah pernyataan-pernyataan lisan.  Seluruh rakyat Indonesia tentu berharap mereka tidak saling serang menggunakan amunisi bubuk mesiu, pasti itu sangat merusak.

Kembali ke pertanyaan, apakah akan terjadi kudeta? Sepertinya tidak. Jokowi memang bukan seorang Jenderal. Tetapi, dirinya dikelilingi oleh Jenderal-Jenderal TNI. Baik dalam jajaran menterinya maupun pembantu lain. KaBIN juga orangnya Jokowi, juga jenderal. Menteri Luhut, Menteri Binsar, Menteri Wiranto, juga Jenderal. Tidak mungkinlah jika akan terjadi kudeta. Toh,dalam sejarahnya Indonesia tidak pernah akrab dengan kudeta.


Salam Indonesia Damai! Salam !